
Upaya Konservasi Tanah Pada Lahan Miring Melalui Terasering di Dataran Tinggi
UPLAND Project, JAKARTA - Bercocok tanam pada lahan miring bukan suatu hal yang mustahil. Mayoritas tanah pada daerah dataran tinggi memiliki kontur kemiringan yang cukup signifikan, sehingga petani harus pandai dalam mengolah lahan yang akan digunakan sebagai wadah tanam. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah membuat terasering pada lahan yang miring.
Terasering atau sengkedan dapat diartikan sebagai metode konservasi tanah dengan membuat
teras-teras yang dilakukan untuk mengurangi Panjang lereng dan menahan air sehingga
mengurangi kecepatan aliran permukaan serta memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah.
Dalam hal ini, proyek UPLAND Project juga turut serta mengupayakan konservasi tanah pada lahan miring dalam rangka melakukan pengembangan untuk peningkatan produktivitas dan bangunan ketahanan untuk meningkatkan produktivitas pertanian di Indonesia.
Pembuatan terasering bertujuan untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan
memperbesar resapan air pada tanah. Pengolahan lahan dengan terasering ini adalah Teknik
bercocok tanam yang biasa diterapkan di lahan pertanian pegunungan, atau daerah perbukitan
yang memiliki lahan miring atau tidak rata. Secara umum, Sawah terasering digunakan untuk
pertanian padi, dan gandum yang banyak dilakukan oleh petani di wilayah Asia, Afrika, dan
Amerika Selatan.
Teknik bercocok tanam dengan cara terasering ini sangat efektif untuk
memanfaatkan lahan miring agar dapat dioptimalkan untuk membantu peningkatan pendapatan
Masyarakat di sekitar (khusunya daerah dataran tinggi) di Indonesia.
Adapun manfaat pembuatan terasering dalam sistem pertanian adalah:
- Mencegah erosi tanah
- Mendukung proses infiltrasi (penyerapan air oleh tanah)
- Memaksimalkan luas area bercocok tanam,
- Mencegah terkikisnya unsur hara dalam tanah,
- Menjaga kestabilan lereng,
- Mendukung sistem penanaman yang intensif di suatu lokasi,
- Meningkatkan kesuburan tanah