Pertanian Berkelanjutan Sebagai Solusi Kelangkaan Pupuk
UPLAND Project - Kelangkaan pupuk memiliki dampak yang sangat besar bagi petani dan hasil panennya. Selain menyebabkan gagal panen, hasil panen pun menjadi tidak optimal. Terkait hal tersebut, solusi jangka panjang sangat diperlukan, salah satunya yaitu dengan melakukan pertanian berkelanjutan. Terdapat tiga skema pertanian berkelanjutan dalam menjawab masalah kelangkaan pupuk, yakni pola kemitraan, hybrid founding system (pembiayaan campuran), dan dukungan penuh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Terdapat kelangkaan pupuk di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya di Ponorogo. Menurut Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, pupuk bersubsidi nyatanya hanya mampu menopang 42 persen dari kebutuhan bercocok tanam pada sekitar 10 ribu hektar lahan sawah di Ponorogo. Masalah tersebut melahirkan upaya dari Pemerintah Kabupaten Ponorogo yang berkolaborasi dengan tenaga ahli dari Universitas Brawijaya dalam mendorong para petani untuk memproduksi sendiri pupuk organik.
Pemerintah Kabupaten Ponorogo dan dinas pertanian setempat mengajak para petani
mengembalikan jerami (damen) dan tebon (sisa batang tanaman jagung) ke sawah.
Sebelumnya, mayoritas petani membakar limbah panen padi dan jagung itu sehingga hanya
menjadi limbah. Namun jika dikelola dengan baik, limbah yang awalnya hanya menjadi
sampah bisa menjadi pupuk organik yang dapat menyuburkan tanah dan menyehatkan
tanaman yang akan melahirkan hasil panen yang baik.
Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Ponorogo, Masun,
mendukung salah satu upaya pertanian berkelanjutan tersebut dan juga mengajak para petani
untuk memanfaatkan pupuk organik agar tanah Kembali ternutrisi dan tidak kering.
Menurutnya, penggunaan pupuk kimia secara berlebihan terbukti dapat merusak kelestarian
lingkungan. Ia menambahkan bahwa Konsep kembali ke alam dan pertanian berkelanjutan
akan menjawab persoalaan kelangkaan pupuk kimia dan turunannya.