
Pentingnya Kemampuan Adaptasi Petani Dataran Tinggi
UPLAND Project, JAKARTA - Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam pembicaraan terkait isu lingkungan dan pembangunan tahun 1992, komunitas Internasional sepakat untuk meningkatkan kolaborasi antarnegara dalam pembangunan pertanian dataran tinggi. Hal tersebut dikarenakan tingkat kemiskinan pedesaan pada dataran tinggi yang masih tergolong tinggi, produktivitas pertanian rendah, migrasi penduduk cepat dikarenakan minimnya lapangan pekerjaan pada daerah dataran tinggi, hingga potensi degradasi sumber daya alam akibat pengelolaan yang tidak tepat. Kondisi demikian mendorong pentingnya keterlibatan pemerintah secara serius dalam memperhatikan keberlangsungan pertanian di dataran tinggi.
Pada 2019, program The Development Of Integrated Farming System in Upland Areas (UPLAND Project) hadir untuk membantu mengakselerasi pertanian dataran tinggi di Indonesia yang bersifat komprehensif dan berkelanjutan.
Contohnya pada pertanian dataran tinggi di daerah Dieng sebagai penghasil kentang terbiak di Dunia. Masuknya komidutas horticultural khususnya jentang di wilayah dataran tinggi Dieng pada periode 1980-an juga merupakan bentuk dari adaptasi ekonomi yang menggantikan ketidakpastian penghasilan dari budidaya palawija dan tembakau. Kecenderungan pertanian sebagai sumber nafkah didataran tinggi masih menjadi primadona dalam berbagai musim, meskupun pendapatan yang fluktuatif.
Dibalik hal tersebut, pada daerah datarang tinggi Dieng masih sering terjadi erosi diakibatkan pergeseran lapisan tanah atas yang semakin tergerus. Selain itu, pemakaian bahan pestisida atau bahan kimia lainnya juga telah menimbulan banyak pencemaran air hingga ke daerah hilir. Dalam hal ini petani dataran tinggi harus mampu melakukan adaptasi terhadap segala perubahan, termasuk perubahan iklim yang terjadi. Faktor perubahan iklim menuntut petani dataran tinggi untuk lebih kreatif dan proaktif dengan melakukan strategi yang mampu adaptif terhadap perubahan iklim. Kemampuan dan adaptasi petani terhadap perubahan iklim menentukan tingkat resiliensi (daya tahan) mereka ketika menghadapi kondisi yang merugikan.
Pemahaman mengenai kemampuan dan strategi adaptasi petani di Dataran Tinggi dapat memperkaya kebijakan perubahan iklim, khususnya di tingkat lokal dan daerah yang secara tidak langsung juga terintegrasi dengan kebijakan perubahan iklim di tingkat nasional.
Sumber: Turasih, Kolopaking, dan Wahyuni. “Climate Change Adaptation Strategy of Ypland Farmers (Studi Farmers in Dieng Plateau, Banjarnegara Regency”. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Manusia IPB.